Rabu, 04 Januari 2012

MEJA KAYU

BAGUS BANGET NIH BUAT MASUKAN.....

SEMOGA BELUM TERLAMBAT ......

UNTUK KITA .....
UNTUK ANAK ANAK KITA .....


MEJA KAYU
Cerita menarik untuk kita renungkan dan lakukan.

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan
anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia
6 tahun.Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak
menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.
Keluarga itu biasa makan bersama diruang makan. Namun, sang orangtua
yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan
mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan
garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu
itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar.
Mereka merasa direpotkan dengan semua ini.

Kita harus lakukan sesuatu, ujar sang suami. Aku sudah bosan
membereskan semuanya untuk pak tua ini. Lalu, kedua suami-istri ini pun
membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan
duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena
sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si
kakek.

Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka,
terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak
mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari
suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak
mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang
sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. Kamu
sedang membuat apa? Anaknya menjawab, Aku sedang membuat meja kayu buat
ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di
sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan. Anak itu tersenyum dan
melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul.
Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari
kedua pipi
mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini
mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Malam berikutnya mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali
makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada
piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini,
mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

Teman,
anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu
mengamati,
telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan
selalu
mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru.
Jika mereka melihat
kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang
akan dilakukan
oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu
menyadari, setiap bangunan jiwa yang disusun, adalah pondasi
yang kekal
buat masa depan anak-anak.

Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita,
untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan
selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya
dengan tabungan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar